• Maqam dan Keadaan yang harus dilalui Para Sufi.

  • Kisah Hikayat Ulama Sufi.

  • Kisah Hikayat Para Wali Qutub sepanjang Masa

  • Kisah dan Cerita Lucu Sang Abu Nawas.

New Post

Rss

Senin, 19 Januari 2015
Jangan Putus Asa dalam Doa dan Dzikir

Jangan Putus Asa dalam Doa dan Dzikir

doa dzikir
KAJIAN HIKAM :Janganlah engkau putus asa karena tertundanya pemberian

لاَ يَكُنْ تَأَخُّرُ أَمَدِ الْعِطَاءِ مَعَ الْإِلْحَاحِ فِي الدُّعَاءِ مُوجِبًا لِيَأْسِكَ فَهُوَ ضَمِنٌ لَكَ الْإِجَابَةُ فِيمَا يَخْتَارُهُ لَكَ لاَ فِيْمَا تَخْتَارُ لِنَفْسِكَ وَفِي الْوَقْتِ الَّذِي يُرِيدُ لاَ فِي الْوَقْتِ الَّذِي تُرِيْدُ (الشيخ إبن عطاء الله)
 

Janganlah engkau putus asa karena tertundanya pemberian, padahal engkau telah mengulang-ulang doa. Allah menjamin pengabulan doa sesuai dengan apa yang Dia pilih untukmu, bukan menurut apa yang engkau pilih sendiri, dan pada saat yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau inginkan.

Di antara beberapa syarat diterimanya doa adalah apabila dilaksanakan dengan penuh harapan dan tidak berputus asa. Belum terkabulnya doa seorang hamba, padahal ia telah berulang-ulang berdoa jangan sampai menjadikannya putus asa, karena Allah berfirman,
Berdoalah kalian kepada-Ku maka Aku akan mengabulkanmu.” (Ghâfir: 60)

Allah SWT. akan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya. Namun demikian, terkabulnya doa tidaklah terikat dengan kemauan si hamba akan tetapi lebih terikat dengan kehendak dan rencana Allah. Karena Allah Maha Mengetahui akan kondisi hamba-hamba-Nya; terkadang Allah menolak permintaan seorang hamba, karena memang yang terbaik adalah tidak terkabulnya doa itu. Dalam konteks ini, ketika Allah menolak suatu doa sebenarnya secara tersirat memberi, sebagaimana dikatakan oleh syaikh Atha’, ”Ketika Allah menolak sebuah permintaan sebenarnya memberi dan ketika memberi sebenarnya menolak.” Untuk memperkuat pandangan ini, simaklah ayat berikut ini,

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
 

”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Maha Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Penolakan Allah dalam merealisasikan suatu doa, mempunyai substansi pemberian yang tepat bagi manusia. Demikian juga, Dia mengabulkan sebuah doa pada waktu yang ditentukan-Nya, bukan pada waktu yang engkau tentukan. Jadilah seperti Musa yang sabar, karena sabar dan tidak tergesa-gesa merupakan sifat yang utama bagi seorang hamba. Simaklah kisah Musa dan Harun yang berdoa agar Fir’aun dan kaumnya beriman kepada Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, ”Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau.” (Yûnus: 88) Sampai akhir ayat yang mengisahkan tentang permohonan Musa dan Harun agar kaumnya beriman kepada Allah, dan ternyata permohonan itu baru dikabulkan setelah empat puluh (40) tahun berlalu, sebagaimana firman Allah berikutnya,
Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu teteplah kalian berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.” (Yûnus: 89)
 

Dalam sebuah hadits disebutkan, ”Sesungguhnya Allah menyukai kesabaran dalam doa.”
Juga dalam hadits lain disebutkan, ”Sesungguhnya hamba yang shaleh apabila berdoa kepada Allah, 

malaikat Jibril berkata: Wahai Tuhanku, hamba-Mu fulan telah berdoa, maka kabulkanlah. Kemudian Allah berfirman: Berdoalah wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku senang mendengar suaramu.”

Demikianlah, tata krama dalam berdoa yang telah ditunjukkan oleh Allah agar menjadi pedoman bagi umat Islam. Terkadang Allah mengabulkan atau mengganti dengan hal lain yang notabene merupakan kebaikan dan tambahan yang lebih baik.
Keutamaan Dzikir

Keutamaan Dzikir

Fadhilah Keutamaan dan Pentingnya Dzikir dan Wirid

keutamaan dzikir

Dzikir menurut bahasa ialah ingat akan sesuatu / menyebut akan sesuatu. 
Dzikir menurut istilah Ahli Sufi ialah ingat Asma Allah dengan sarana apa saja baik secara dhohir atau dalam bathin. Dzikir terbagi dalam tiga macam jenisnya yaitu :

1. Dzikrul Lisan ( Dzikirnya orang yang awam )
2. Dzikrul Qolbi ( Dzikirnya orang yang Khowas )
3. Dzikrul Ruh ( Dzikirnya orang Khowasul khowas )
 

Dzikir yang pertama bisa menyambung kepada dzikir yang kesdua dan dzikir yang kedua juga menyambung kepada dzikir yang ketiga yaitu yang menjadi puncaknya dzikir. Adapun pendapat lain mengatakan bahwasannya dzikir yang pertama akan tetap membuahkan siksa dan dosa sebab masih dihukumi dzikir adat, sedangkan dzikir yang kedua akan membuahkan pahala sebab sudah termasuk dikir ibadah, sedangkan yang ketiga dzikir yang tidak dapat diketahui pahala dan balasannya, hanya Alloh Swt sebab jenis yang ketiga ini adalah dzikrul mahabbah dan ma’rifatulloh.

Hakikat dzikir adalah untuk menetahui letak perbedaan antara Alloh dan kita, sebagai makhluqNya.


Afdholu dzikri yaitu kalimah :


 لاَاِ لَهَ اِلاَ اللهُ
 

Sebagaimana telah disebutkan dalam sebuah hadits Nabi :

 أَ فْضَلُ ا لذِكْرِ لاَاِ لَهَ اِلاَ اللهُ 

Dzikir yang paling utama adalah kalimah Laa ilaaha illalloh. 

Kalimah Thoyyibah adalah utama dzikir lisan, sedangkan dalam Dzikir khofi (sirri/ samar) itu lebih afdhol seperti firman Allah:

وَأ ذْكُرْ رَبَكَ فِى نَفْسِكَ تَضَرُعًا وَحُفْيَةً
 

Dan berdzikirlah dengan tadhorru’ dan samar, seperti didalam hadits Nabi Saw :

خَيْرُ ا لذِ كْرِ الْخَفِى
 

Sebaik-baik dzikir adalh dzikir khofi / sirri.

Ketauhilah sesungguhnya dzikir adalah sesuatu yang yang sangat penting di dalam hidup ini, sesorang tidak akan bisa wushul / sambung kepada Allah kecuali dengan melanggengkan dzikir kepada-Nya, sebab dzikir adalah yang diperintahkan dan ditetapkan tanda / dalil yang sangat banyak sekali, antara lain adalah firman Allah Swt :


يَا أَ يهَا ا لذ ِيْنَ أ مَنُوْا أُ ذْ كُرُوْا اللهِ ذِ كْرًا كَثِيْرًا وَسَبِحُوْهُ بُكْرَةً وَأَ صِيْلاً
 

Wahai orang-orang yang beriman ingatlah / berdzikirlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknyanya dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan sore. ( Al Ahzab :41)
 

Rosululloh Saw juga menegaskan :

قَالَ اللهُ تَعَالىَ: يَا إِ بْنَ أَ دَمَ إ ِذَا ذَ كَرْتَنِى شَكَرْتَنِى وَإ ِذَا نَسِيْتَنِى كَفَرْتَنِى
 

Allah berfirman : Wahai anak adam ketika kamu ingat kepadaku maka kamu syukur kepadaku dan ketika kamu melupakanku maka kamu kufur kepadaku.

وَقَالَ : لِكُلِ شَئٍ صِقَالٌ وَصِقَالُ ا لْقَلُوْبِ ذِ كْرُاللهِ
 

Segala sesuatu itu ada penghalusnya, dan penghalus semua hati adalah Dzikrulloh .
 

Seorang ulama sufi Dzin nun Al Mishriy mengatakan : “balasan bagi seorang yang ma’rifat adalah ketika dia putus dari dzikirnya”.
intisari dzikir, sesungguhnya Allah Swt menjadikan didalam titik pertemuan-Nya adalah dzikir kepada-Nya seperti dalam firman Allah Swt :


فَا ذْ كُرُوْنِى أَ ذْ كُرْ كُمْ
 

Maka ingatlah kepadaKu maka niscaya aku ingat kepadamu. (Al Baqarah :152)

Sehingga ibadah dzikrullah merupakan ibadah terbesar. Sebagaimana firman Allah (artinya) :
Dan sungguh berdzikir kepada Allah adalah yang terbesar.” (Al Ankabut :45)


Dari beberapa Dalil dan Ayat diatas menerangkan bahwa dzikrullah merupakan ibadah terbesar. Walaupun demikian, hal ini tidaklah bertentangan dengan dalil-dalil yang menerangkan bahwa ibadah shalat, shaum, haji merupakan ibadah yang amat besar pula, bahkan jihad sebagai puncak tertinggi amalan di dalam Islam. Karena tujuan ibadah itu pada hakekatnya untuk berdzikir kepada Allah . Dan ruh amalan-amalan ibadah itu adalah dzikrullah. Sehingga suatu ibadah yang diiringi dengan dzikrullah itu lebih besar daripada ibadah yang kosong dari dzikrullah. Oleh karena itu Allah berfirman: “Dan dirikanlah shalat dalam rangka untuk mengingat-Ku.” (Thaaha :14)
Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net