Senin, 26 Maret 2012

PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH


Oleh Team www.seowaps.com

A.   Pengertian Perjanjian Ekstradisi Dan Dasar Hukum Perjanjian Ekstradisi

Dalam Fiqih Siyasah dikenal adanya hubungan internasional yang memerlukan adanya sebuah perjanjian antar negara dan antar bangsa dalam menjalani hubungan antar bangsa dan antar negara. Apalagi dalam hal penegakan hukum di dalamnya.
Berdasarkan kenyataan bahwa semua orang tidaklah mau menerima, apalagi mentaati hukum Islam itu sebagai hukum Internasional. Dalam menjalani hubungan internasional dan untuk mentaati hukum internasional diperlukan adanya sebuah perjanjian antar negara.
Perjanjian (treaty) dalam hukum internasional ialah persetujuan antara dua negara atau lebih guna mengatur hubungan-hubungan hukum dan hubungan-hubungan internasional dan meletakkan dasar yang harus dipatuhi. 1
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa hukum internasional yang berlaku sekarang lahir dari kebiasaan-kebiasaan yang berlaku antara negara dan dari perjanjian-perjanjian yang mengikat negara-negara itu. Adapun hukum Islam internasional, mengambil kekuatannya dari dasar (prinsip-prinsip) kemanusiaan umum yang telah kita bentangkan di atas itu, termasuk di dalamnya memenuhi   janji. 2
Pada mulanya perkataan ‘perjanjian’ (mu’ahadah) itu dipakai bagi persetujuan-persetujuan internasional yang penting-penting dan yang berbentuk politik, seperti perjanjian-perjanjian damai atau persekutuan. Adapun perjanjian-perjanjian yang tidak bercorak politik disebut ‘persetujuan’, ittifaqiyah (convention) atau persepakatan ittifaq (record). 3
Dipandang dari sudut masa, perjanjian-perjanjian internasional itu ada yang bersifat sementara dan ada pula yang abadi. Sedang dipandang dari sudut kesahannya, ia itu boleh jadi sah dan boleh pula tidak sah. Adapun melihat persoalannya, ia itu terkadang perjanjian politik atau sosial. Sebenarnya perjanjian itu bermacam-macam dan ditentukan oleh sifat perjanjian itu sendiri. 4
Hukum internasional tidak melarang mengadakan perjanjian itu secara lisan saja. Tetapi telah menjadi tradisi bahwa setiap perjanjian dibuat dengan tertulis, sehingga mungkin menyampaikan pada kekuasaan-kekuasaan yang bersangkutan untuk disahkan. Terkadang penulisan itu dibuat dalam beberapa naskah dan terkadang pula didaftarkan dalam daftar internasional, seperti pada sekretariat Liga Bangsa-bangsa dahulu dan sekretariat Perserikatan Bangsa-bangsa sekarang. 
Dilihat dari berbagai pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian adalah suatu kesepakatan yang dilakukan oleh antar bangsa dan antar negara dalam hal politik atau hukum dalam keadaan damai. Yang ditujukan untuk keadaan yang lebih baik.
Sementara itu Ekstradisi adalah mempunyai kata lain yaitu penyerahan penjahat. Setiap negara Islam dipandang sebagai wakil yang mutlak bagi Islam di dalam menjalankan syari’at Islam. Karena itu apabila seorang Indonesia, melakukan tindak pidana di Indonesia, maka dia dapat diperkarakan di Mesir.6
Ada pendapat yang mengatakan tentang ektradisi tidak secara jelas tapi menyatakan bahwa setiap negara yang termasuk Darus Salam dipandang sebagai wakil yang mutlak bagi negara yang lain untuk menjalankan hukum Islam. 
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Ekstradisi menurut Fiqih Siyasah adalah perjanjian antara dua negara di bidang hukum dalam hal penyerahan penjahat antara negara Darus Salam.
Mengenai dasar hukum dari perjanjian ekstradisi dalam Al-Qur’an tidak menyebutkan secara pasti mengenai aturan yang jelas dari Al-Qur’an. Dalam buku dari T. M. Hasby Ash-Shiddieqy atau buku yang lain hanya menyebutkan satu ayat yang mungkin dianggap mirip, yaitu sebuah ayat, Allah SWT berfirman:

يايها الّذين امنوا اذا جاءكم المؤمنت مهجرت فامتحنوهنّ الله اعلم بايمانهنّ فان علمتوهنّ مؤمنت فلا ترجعوهنّ الى الكفّار لاهنّ حلّ لهم ولاهم يحلّون لهنّ واتوهم مّا انفقوا ولاجناح عليكم ان تنكحوهنّ اذا اتيتموهنّ اجورهنّ ولاتمسكوا بعصم الكوافر وسئلوا ماانفقوا وليسئلوا ما انفقوا ذلك حكم الله يحكم بينكم والله عليم حكيم


B.     Konsep Fiqih Siyasah tentang Perjanjian Ekstradisi

Perbincangan mengenai apakah Fiqih Siyasah mempunyai konsep tentang perjanjian Ekstradisi atau tidak, tampaknya menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Para ilmuwan dan aktivis dalam dekade terakhir ini termasuk ilmuwan Indonesia terutama sekali intelektual kampus sering membicarakannya. Bermacam pendapat telah muncul dalam rangka menganalisis teori tentang perjanjian Ekstradisi dalam Fiqih Siyasah.
Mengingat teori Islam, dunia ini dibagi dua, yaitu : Darul Islam dan Darul Harbi. Maka boleh jadi sebagian orang menyangka, bahwa hal ini mengharuskan supaya semua negara-negara Islam itu, diperintah suatu pemerintah saja. Ini adalah suatu persangkaan yang tidak bersendi kenyataan. Teori-teori Islam tidak dibuat atas dasar supaya negara-negara Islam diperintah oleh suatu pemerintah saja. Hanya dibuat atas dasar yang dikehendaki oleh Islam. Islam menghendaki supaya segenap umat Islam di seluruh dunia merupakan satu tangan menghadap ke arah yang satu, dibimbing oleh satu politik.
Untuk mewujudkan maksud ini memang mudah sekali apabila semua negara Islam dikuasai oleh pemerintah yang satu. Akan tetapi bukan jalan ini jalan satu-satunya untuk mewujudkan tujuan-tujuan Islam. Dapat juga dilaksanakan dengan adanya beberapa negara di Darul Islam, selama negara-negara itu menuju ke satu jurusan, berjalan di satu politik.
Dan Islam tidak berlawanan dengan tata aturan yang berlaku di Amerika Serikat, tidak pula berlawanan dengan tata aturan Inggris, dan juga tidak berlawanan dengan adanya suatu Djami’ah Islamiyah yang terdiri dari segenap pemerintahan Islam yang berusaha mengawasi pemerintahan itu. Dan berusaha menyatukan maksud-maksudnya dan tujuan-tujuannya serta menghilangkan sengketaan-sengketaan yang terjadi di dalam negeri masing-masing.
Bahkan tidak berlawanan dengan satu tata aturan lain selama tata aturan itu dapat mewujudkan tujuan Islam. Tujuan Islam adalah supaya segenap para muslimin merupakan satu tangan terhadap orang yang selain mereka dan supaya tujuan mereka satu dan politik mereka satu pula.
Berkaitan dengan perjanjian ekstradisi, maka dengan adanya negara-negara yang termasuk dalam Darul Islam. Menurut teori Fiqih Siyasah setiap negara yang termasuk Darus Salam dipandang sebagai wakil yang mutlak bagi negara yang lain untuk menjalankan hukum Islam.
Dalam teori Fiqih Siyasah tidak ada halangan antar negara-negara Darus Salam untuk menyerahkan penjahat yang melakukan satu tindak kejahatan, baik penjahat yang diserahkan itu seorang muslim atau seorang zimmi atau seorang musta’min yang melakukan suatu tindak kejahatan di salah satu daerah negara-negara Darus Salam itu, asalkan negara yang bersangkutan belum menjatuhkan hukuman terhadap tindak kejahatan itu sesuai dengan ketentuan hukum Islam yang berlaku sesuai perundang-undangan. 9
Bahwasannya menghadapkan si penjahat ke hadapan hakim terhadap jarimahnya di tempat terjadinya jarimah adalah lebih utama dari menyeretnya ke hadapan hakim terhadap jarimahnya di tempat yang bukan tempat terjadinya jarimah; dan lebih dapat terjamin terwujudnya keadilan. Karena pengadilan tempat dimana terjadinya jarimah, mudah mencari keterangan dan membahasnya lantaran adanya saksi-saksi dan mungkin menyaksikan bekas jarimah, serta mempelajari situasi-situasinya, sebagaimana menghukum seorang penjahat terhadap jarimahnya ditempat terjadinya jarimah memberikan nilai yang sempurna bagi hukuman itu. 10
Akan tetapi dapat juga kita mengatakan bahwa menyerahkan penjahat yang menjadi warga dari suatu negara kepada negara lain waktu menghukumnya terhadap satu jarimah yang dikerjakan di daerah daulat yang lain itu, menyebabkan si penjahat tidak dapat membela dirinya diantara orang-orang yang tidak dikenal, dan tidak ada pula hubungan kebangsaan ataupun bahasa dan mungkin penyerahan itu menimbulkan kemudlaratan baginya. 11
Apabila sudah dijatuhi hukuman terhadap si pelaku kejahatan, negara yang telah menjatuhi hukuman tersebut tidak boleh lagi menyerahkannya ke negara lain, sebab menurut kaedah hukum Islam suatu tindak kejahatan tidak boleh dijatuhi hukuman dua kali. Namun apabila hukuman yang telah dijatuhkan atau atas pemeriksaan perkara yang dilakukan itu menyalahi ketentuan-ketentuan hukum Islam, maka tidak boleh menolak bagi suatu negara yang diminta atau diserahi penjahat itu untuk memeriksa sekali lagi atau menjatuhi hukuman yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam. 12
Keputusan hukuman yang telah dijatuhkan atas si penjahat yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam dipandang tidak ada atau tidak sah. Demikian halnya atas pemeriksaansuatu perkara oleh satu mahkamah Islam yang tidak berdasarkan kepada nash-nash yang diakui oleh hukum Islam, maka hasil keputusannya dipandang tidak sah juga. Hal ini dengan sendirinya berkisar hanya mengenai tindak kejahatan hudud dan qisas yang sudah ditetapkan hukumnya secara rinci dalam nash-nash qat’u addalalah. 
Setelah kita kupas bagaimana konsep Fiqih Siyasah dalam perjanjian Ekstradisi ketika berhubungan dengan negara-negara yang termasuk dalam Darul Islam. Lalu bagaimanakah konsep Fiqih Siyasah ketika berhubungan dengan negara-negara Darul Kuffar atau Darul Harbi ? 
Syari’at Islam tidak membolehkan bagi suatu pemerintah Islam menyerahkan rakyatnya yang muslim atau yang dzimmi untuk diperiksa perkaranya di Darul Harbi tentang jarimah-jarimah yang dilakukan di negara itu. Dan tidak boleh negara Islam menyerahkan rakyat-rakyat suatu negara Islam yang lain kepada negara yang bukan Islam; karena mereka ini, dari segi syara’, dihukum rakyatnya juga. 
Dan syari’at Islam, tidak membolehkan bagi pemerintah Islam menyerahkan muslim yang menjadi warga negara bagi negara musuh (yang sedang bermusuhan dengan negara Islam) apabila si muslim itu berhijrah dari Darul Harbi ke Darul Islam, walaupun dimintakan oleh negara yang dia bermukim di daerahnya, selama belum ada persetujuan (perjanjian yang dibuat terlebih dahulu untuk menyerahkan warga negaranya). Jika telah ada perjanjian, wajiblah perjanjian itu dipenuhi, terkecuali syarat-syarat yang batal daripadanya.
 Dan dipandang persetujuan itu batal, apabila yang dimaksudkan menyerahkan orang-orang Islam yang pergi ke Darul Islam sebelum adanya perjanjian itu. Dan dipandang pula batal segala syarat yang mengharuskan kita menyerahkan wanita Islam yang berlindung ke Darul Islam, baik dia berlindung itu sebelum terjadi persetujuan, ataupun sesudahnya. Wanita Islam, tidak boleh diserahkannya dalam keadaan bagaimanapun, kepada negara yang bukan Islam, walaupun wanita itu dari rakyatnya, dan walaupun ada suami, anak dan keluarga yang memintanya kembali ke Darul Harbi itu. 
Allah berfirman dalam Al-Qur’an :

يايها الّذين امنوا اذا جاءكم المؤمنت مهجرت فامتحنوهنّ الله اعلم بايمانهنّ فان علمتوهنّ مؤمنت فلا ترجعوهنّ الى الكفّار لاهنّ حلّ لهم ولاهم يحلّون لهنّ واتوهم مّا انفقوا ولاجناح عليكم ان تنكحوهنّ اذا اتيتموهنّ اجورهنّ ولاتمسكوا بعصم الكوافر وسئلوا ماانفقوا وليسئلوا ما انفقوا ذلك حكم الله يحكم بينكم والله عليم حكيم

Mengenai penyerahan laki-laki muslim kepada pihak negeri musuh sebagai salah satu syarat isi perjanjian, para ulama berbeda pendapat. Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa syarat itu wajib dipenuhi setelah terjadi perjanjian. Imam Abu Hanifah dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa menyerahkan laki-laki muslim sebagai salah satu syarat isi perjanjian tidak diterima dan perjanjian batal, sebab dalam keadaan apapun, kita tidak dibolehkan memberikan kekuasaan kepada pihak non-muslim untuk menyelesaikan urusan orang Islam. 17
Mengenai hal ini Ulama Syafi’iyah membedakan antara menyerahkan laki-laki muslim yang punya keluarga di Darul Kuffar dengan laki-laki muslim yang tidak ada keluarga di Darul Kuffar. Bagi yang pertama kita boleh menyerahkan mereka kepada pihak penguasa musuh dengan harapan dia dapat dilindungi oleh keluarganya. Akan tetapi bagi yang kedua tidak boleh. Dasar tidak membolehkannya penyerahan itu adalah dikhawatirkan akan terjadinya penekanan-penekanan dari pihak penguasa musuh atas diri orang yang diserahkan itu. 
Penguasa negeri Darus Salam tidak boleh menyerahkan musta’min untuk keperluan penyelesaian suatu tindak kejahatan yang dilakukan dari salah satu negeri Darul Kuffar. Sebab hal ini berlawanan dengan prinsip jaminan keamanan yang telah diberikan antara penguasa negeri Darus Salam dengan penguasa negara lain (Darul Kuffar), kecuali yang meminta itu telah ada persetujuan yang menghendaki penyerahan itu.
Dari konsep Fiqih Siyasah yang sudah dibahas sebelumnya mengenai perjanjian ekstradisi. Sesuai dengan prinsip atau asas dasar yang dikemukakan, yang ada hubungannya dengan hubungan internasional. Yaitu Tauhid, konsep dasar dan ideologi Islam berasal dari konsep Tauhid. Tauhid adalah visualisasi hidup manusia, dimana ini menyangkut hubungan langsung antara Sang Pencipta dan ciptaan-Nya, dimana hidup seperti test dari keungulan dan nilai. Asas lainnya adalah Keadilan (Adl), kejujuran dan keadilan diperintahkan dalam semua persetujuan, walaupun dengan musuh sekalipun. Sejak konsep keadilan menjadi asas dasar di dalam Islam, Islam memberikan tanggung jawab dan komitmen untuk kejujuran dan keadilan di dalam semua hubungan luar.
Selanjutnya adalah Perdamaian, Saling Bantu dan Kerjasama, dimana ini adalah syarat minimum untuk Muslim di dalam hubungan internasional. Asas selanjutnya adalah Jihad (self-exertion), untuk manusia sebagai penjaga atau wakil Allah SWT di bumi, dengan sukarela menggunakan usaha sepenuhnya untuk membawa perilaku mereka yang dipandu Al-Qur’an dan Sunnah untuk umat manusia. Asas yang terakhir adalah Menghormati dan memenuhi Komitmen, asas ini adalah perluasan dai asas Tauhid, rasa tanggung jawab manusia dan keutuhan dan persamaan manusia membutuhkan pendirian kewajiban moral Muslim, baik individu maupun semuanya untuk memenuhi baik komitmen perorangan, nasioal, dan internasional.21 

C.    Praktek Perjanjian Ekstradisi Dalam Fiqih Siyasah
Yang akan dibahas dalam sub bab ini adalah peranan perjanjian ekstradisi dalam Fiqih Siyasah. Dalam Fiqih Siyasah, perjanjian ekstradisi termasuk dalam kajian Fiqih Dualy ‘Am atau Siasah Kharijiyah As Syar ‘iyyah yang titik berat pembicaraannya ialah sekitar hubungan antara negara dan orang-orang yang tercakup dalam hukum internasional. Hubungan ini melahirkan dua aturan hukum yaitu hukum publik internasional dan hukum perdata internasional. Hukum publik internasional mengatur hubungan antara negara-negara Darus Salam dengan negara lain yakni Darul Kuffar atau antara Negara Darus Salam dengan warga negara dari negara lain, yang bukan termasuk dalam lapangan hukum perdata Internasional.
Berarti peranan Fiqih Siyasah dalam hal ini adalah mengatur bagaimana hubungan antar negara. Hubungan dalam hal ini berarti hubungan internasional, disini maksudnya adalah hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya. Hubungan antar negara bagaimanapun tidak dapat dihindari dalam kehidupan pergaulan dunia. Bermacam kebutuhan antara satu negara dengan negara lainnya yang mengakibatkan mereka harus selalu berhubungan antara satu negara dengan negara lainnya. Mulai dari kebutuhan primer manusia sendiri sebagai rakyat di suatu negara seperti sandang dan pangan sampai pada masalah sosial lainnya seperti hubungan kebudayaan dan politik termasuk masalah keagamaan. Seperti terlihat dalam kenyataan kehidupan negara-negara yang ada di belahan bumi, antara satu negara dengan negara lainnya selalu saling membutuhkan bantuan termasuk dalam mendapat jaminan keamanan warga negaranya ketika beraktivitas di negara tetangganya, baik dalam kegiatan sosial budaya, ekonomi maupun politik. Karena itu untuk mengatur agar teraturnya hubungan ini diperlukan hukum internasional.
Hukum internasional adalah hukum yang membicarakan masalah tata hukum dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur pergaulan antar negara, dalam rangka itu pula ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan diantaranya.23
Hubungan internasional dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
  1. Hubungan antar bangsa dan negara dalam Dar al-Salam, dan
  2. Hubungan antar bangsa dan negara dalam Dar al-Kuffar.
Yang dimaksud dengan Dar al-Salam adalah negara yang di dalamnya berlaku hukum Islam sebagai hukum perundang-undangan atau negara yang berpenduduk beragama Islam dan dapat menegakkan hukum Islam sebagai hukum perundang-undangan atau hukum positif. Negara-negara yang semua atau mayoritas penduduknya terdiri dari umat Islam digolongkan kepada Dar al-Salam, walaupun pemerintahannya bukan pemerintahan Islam, akan tetapi orang-orang Islam penduduk negeri dapat dengan leluasa menegakkan hukum Islam sebagai hukum perundang-undangan. Sementara yang dimaksud dengan Dar al-Kuffar adalah negara yang tidak berada di bawah kekuasaan umat Islam, atau negara yang tidak dapat atau tidak tampak berlakunya ketentuan-ketentuan hukum Islam, baik terhadap penduduknya yang beragama Islam maupun penduduk beragama lain. Selama orang-orang Islam dimana mereka bermukim secara tetap dan tidak mampu melahirkan hukum Islam sebagai hukum perundang-undangan negara, negara tersebut dapat dikategorikan sebagai negara Dar al-Kuffar. 24
Disanalah letak peranan Fiqih Siyasah dalam membentuk suatu perjanjian ekstradisi, dimana lebih berperan dalam mengatur hubungan internasional. Dan diterapkan ketika timbulnya kejahatan antar negara, baik Dar al-Salam maupun Dar al-Kuffar.
Apakah hukum Islam itu dapat diterapkan atas semua penduduk negeri yang berada di lingkungan yurisdiksi hukum Darus Salam atau hanya atas orang Islam, atau hanya atas sebagian saja dari mereka dan tidak atas yang lain. Dan apabila hanya dapat diterapkan atas perbuatan tindak pidana (jarimah) yang terjadi dalam yurisdiksi hukum Darus Salam, apakah hukum Islam itu dapat diterapkan atas semua penduduk negeri Darus Salam ia melakukan perbuatan tindak pidana dalam lingkungan yurisdiksi hukum Darul Kuffar.
Pada asasnya hukum Islam berlaku bagi segenap penduduk negeri yang berada dalam lingkungan yurisdiksi hukum Darus Salam meskipun bentuk dan corak pemerintahannya berlainan.
Prinsip hukum Islam berlaku atas semua penduduk tanpa melihat kepada adanya perbedaan-perbedaan agama, bahasa dan kebangsaan, maka dari itu yang bermukim dalam yurisdiksi hukum Darus Salam berkewajiban untuk melaksanakan hukum Islam, atas segala perbuatan pidana (jarimah), baik yang dilakukan di Darus Salam, atau di Darul Kuffar atas siapa saja yang melakukannya dan dimana saja.


Selengkapnya Silahkan >>>DOWNLOAD

Tags: PERJANJIAN EKSTRADISI DALAM PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH
Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net